ANAK-ANAK VS PERJAMUAN
Perjamuan
kudus adalah salah satu sakramen yang selalu dialakukan oleh umat
Kristen, dengan demikian perjamuan kudus memiliki makna keselamatan yang
sangat penting bagi umat manusia. Perjamuan kudus diibaratkan seperti
meterai yang mengesahkan hubungan atau relasi manusia dengan Tuhan,
bahwa didalam perjamuan kudus bertemunya kasih Allah dengan manusia
yakni Allah memberkati manusia jika benar-benar dengan iman yang tulus
melakukan ritual tersebut. Berkat itu hadir dan disimbolisasikan dengan
roti dan anggur. Bahwa roti dan anggur diibartakan seperti tubuh dan
darah Kristus yang dicurahkan. Karenanya perjamuan kudus selalu
dilakukan oleh umat kristiani sebagai tanda memperingati pengorbanan
kristus bagi manusia dan menjadi makna terpenting bagi umat Kristen.
Didalam
sejarah Kekristenan selalu saja yang ambil bagian dan terlibat didalam
perjamuan kudus, dan didalam sejarah itu pula hanyalah bagi orang
dewasa yang ikut perjamuan kudus tersebut. Dapat kita ambil contoh
konkrit didalam konteks kita di Gereja Protestan Maluku hanyalah orang
dewasa yang wajib hadir anak-anak dilarang masuk dan mengambil bagian.
Kata orang tatua (pangilan orang tua di Maluku) “Gareja basar hanya for
orang tatua, anak kacil seng bole iko”. Dalam setahun perjamuan kudus
selalu dilakukan 3-4 kali disetiap gereja-gereja, tidak terlepas juga
dapat dilakukan dirumah. Dilakukan di rumah hanya bagi jemaat yang tak
dapat mengambil bahagian di gereja, dikarenakan sakit, lanjut usia dan
lain-lain.
Pertanyaan
yang perlu dijawab bagi kita apa yang menyebabkan sehingga anak kecil
tak diberi ijin untuk melakukan perjamuan kudus bersama-sama dengan
orang percaya, apakah anak kecil bukanlah seorang Kristiani dan tidak
percaya kepada Tuhan? Pertnyaan ini akan kita bahas selanjutnya dengan
beberapa pendekatan penting dari pandangan-pandangan yang berbeda-beda.
Selain itu juga ada beberapa pokok pikiran yang akan disatukan dengan
kerangka teoritik teologi kontekstual pada zaman ini. Bisakah dari
kerangka ini kita dapat mengubah sebuah tradisi kekristenan yang sudah
melekat didalam doktin-doktrin Kristiani? Apakah mungkin jika didekatkan
dengan model terjemahan teologi kontekstual kita akan menemukan bahwa
sebenarnya adanya kesalahan penerjemahan yang dilakukan sehingga kita
perlu menarik lagi inti beritanya?. Yang menjadi penting adalah
bagaimana perjamuan kudus dapat bermakna bagi semua orang kristen agar
tidak adanya salah pemahaman tentang perjamuan kudus tersebut
Anak-anak Vs Perjamuan kudus
Untuk
menjawab pertanyaan apakah wajib jika anak-anak ikut dalam perjamuan
kudus, maka demi memulai semua materi tentang “anak-anak dan perjamuan
kudus saya pertama-tama melakukan sebuah wawancara kusus dengan dua
orang tokoh penting yang bagi saya dapat membuka wawasan saya dan bahan
berbandingan. G Kayapa, seorang guru agama pada SD 42 Amahusu dan
seorang majelis jemaat Gereja Rehoboth Ambon yang sekaligus menjabat
sebagai guru SMU Neg 12 Ambon bernama W. Tuanakotta. Pertanyaan saya
bisakah anak-anak ikut dalam perjamuan kudus? Keduanya memiliki jawaban
yang sama bahwa “tidak”. Kesimpulan yang dapat saya ambil dari wawancara
ini adalah bagi mereka berdua yang wajid masuk dalam perjamuan, hanya
bagi yang telah di tahbiskan menjadi anggota sidi gereja, dimana sidi
merupakan meterai bahwa kita telah mengaku untuk mengikut Kristus.
Mengapa
harusnya kita melakukan perjamuan kudus? Pertanyaan ini mengingatkan
kita pada beberapa ayat penting dalam perjanjian baru, diaman sebelum
Jesus mati dan disalibkan Dia dan murid-murid-Nya duduk bersama pada
malam paskah dan melakukan perjamuan. Yang penting dalam makan malam
paskah adalah ajakan Jesus kepada murid-muridNya agar tidak melupakan
pengorbananNya kelak, maka anggur dan roti merupakan simbol kesatuan
tubuh dan darahnya yang telah dicurahkan kepada manusia yang berikut
bahwa perjamuan kudus dialakukan setiap saat untuk menanti
kedatangan-Nya.
Dalam
sejarahnya, perjamuan kudus mula-mula dipimpin oleh mereka yang diakui
sebagai pemimpin yaitu rasul-rasul, bapa-bapa gereja/uskup-uskup dan
selanjutnya diwariskan kepada pemimpin-pemimpin yang diurapi/ditahbiskan
sampai sekarang. Mengenai
roti dan anggur diyakini bahwa Jesus hadir sebai pemberi berkat didalam
roti dan anggur, jadi roti dan anggur menjadi simbol kepada darah dan
tubuh, jadi jika seseorang makan dan minum anggur dia harus mengingat
pengorbanan Jesus, karena dengan melakukan perjamuan kudus maka
kehadiran Kristus disimbolkan dengan roti dan anggur tadi. Roti dan anggur adalah alat keselamatan bukan penyebab persekutuan. Hanya kehadiran Jesus-lah yang menyebabkan adanya persekutuan sehingga kehadiran Jesus tidak pernah membeda-bedakan entah itu perjamuan kudus ataukah kehidupan sehari-hari. Karena bagi beberapa orang kehadiran Yesus dalam perjamuan kudus sangatlah besar dari pada kehidupan sehari-hari.
Pertanyaan mengenai anak-anak dapatkah hadir dalam perjamuan kudus akan dijawab saat ini, yakni
perjamuan kudus harus dirayakan dengan penuh syukur dalam pemahaman
iman yang benar. Dengan demikian anak-anak yang tentunya belum mampu
mengerti makna perjamuan kudus tidak diperkenankan ikut perjamuan, dikarenakan bahwa Mereka
tidak memahami atau tidak menyadari apa yang sedang mereka lakukan,
jadi tidak diperkenankan mengikuti perjamuan kudus. Harus diingat, bahwa
sebelum mengikuti perjamuan kudus, kita perlu melakukan pemeriksaan
diri, menyiapkan hati , pikiran dan hidup kita.
Memasuki perjamuan kudus harus dengan sebuah kesucian hati dan bersih
dari segala kesalahan, pertanyaannya apakah anak kecil tidak dapat
melakukan pembersihan diri? Ya bisa saja mereka dapat melakukan
pembersihan diri, namun kebanyakan dalam situasi perjamuan kudus bukan
hanya soal kebersihan hati, melainkan juga saat ketenangan itu yang
penting, karena kadang-kadang anak-anak dapat merusak ritual yang
dilakukan.
Demikianlah itu sebuah alasan bahwa anak-anak tidak bisa ada dalam
perjamuan kudus tersebut, jika adapun juga maka tak ada makna penting
yang dapat ditarik oleh anak-anak. Akan tetapi sekalipun tak ada makna
yang dapat ditarik oleh anak-anak tapi mereka adalah anak-anak Kristiani
yang nantinya kelak akan memaknai apa itu perjamuan kudus, jadi bisakah
saat masih anak-anak mereka wajib hadir untuk menjadi pengalaman
penting untuk dapat mengetahui tentang apa itu perjamuan kudus? Tetap
jawabanya tidak bisa karena mereka tetpa tidak akan memaknainya.
I
Kor 11:27,29. Rasul Paulus sangat menekankan pentingnya mempersiapkan
diri sebelum mengikuti perjamuan kudus, agar kita dapat dengan penuh
iman menghayati kembali makna perjamuan kudus dan tidak melakukan
perjamuan dengan motivasi dan cara yang salah. Pernyataan
lain yang dibuat oleh Paulus yang tidak terdapat dalam kitab-kitab
Injil adalah “ Sebab setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan
ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang” (1 Korintus
11:26). Kalimat ini membatasi jangka waktu dari Perjamuan Kudus – sampai
Tuhan kita datang. Dari kisah yang singkat ini, kita belajar bagaimana
Yesus menggunakan dua unsur yang paling rapuh sebagai simbol dari tubuh
dan darahNya, dan menjadikan keduanya sebagai peringatan untuk
kematianNya. Itu
bukan terbuat dari benda apa melainkan dari roti dan anggur, yang
secara tidak sadar telah mengalami berubahan makna. Roti dan anggur ini
bukanlah sebuah roti dan anggur yang biasa melainkan ini merupakan
simbol penting bagi perjamuan kudus, akan tetapi yang sangat penting
adalah karunia Allah.
Teologi
kontekstual membawa kita untuk terus membawa kita dan menetapkan kita
pada struktur teologi masa lalu dan menghubungkan kita pada era dimana
kita berada. Maka perjamuan kudus merupakan teologi masa lalu pada zaman
Jesus yang memeterikan manusia denganNya agar tetap mengingatkan kita
pada masa di mana Jesus mati dan menebus segalanya bagi kita. Model
terjemahan teologi adalah salah satu model tertua didalam teologi
kontekstual yang berusaha dipakai oleh saya untuk menghubungkannya
dengan perjamuan kudus.
Kisah
mengenai Perjamuan Kudus terdapat dalam Matius 26:26-29, Markus
14:17-25, Lukas 22:7-22, dan Yohanes 13:21-30. Dengan pewahyuan illahi,
Rasul Paulus menulis mengenai Perjamuan Kudus dalam 1 Korintus 11:23-29.
(Hal ini karena Paulus tidak berada di ruang atas saat Perjamuan Kudus
ditetapkan). Paulus memasukkan kata-kata yang tidak terdapat dalam
kitab-kitab Injil, “Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan
roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan.
Karena itu hendaklah tiap-tiap orang menguji dirinya sendiri dan baru
sesudah itu ia makan roti dan minum dari cawan itu. Karena barangsiapa
makan dan minum tanpa mengakui tubuh Tuhan, ia
mendatangkan hukuman atas dirinya sendiri( 1 korintus 11: 27-29). Dari
ayat-ayat ini terlihat bahwa teologi kontekstual mengajak kita untuk
berpikir secara kontekstual. Oleh karena itu setiap jemaat harus
menyucikan diri dan setelah itu wajib masuk dalam perjemuan kudus.
Pertanyaannya apakah mungkin seorang yang berdosa tak layak mengikuti
perjamuan? Apakah perjamuan kudus ini hanya bagi orang-orang suci.
Apakah mungkin ini hanya untuk orang-orang yang dimata Allah benar? Lalu
peranan Jesus datang kedunia ini adalah untuk orang baik ataukah dengan
tujuan menyelamatkan orang berdosa? Maksud dan tujuan ini perlu kita
kaji secara Kristologi dan juga eskatologis.
Jika
kita melihat dan mengenal secara kristologis maka apa peran kristus
yang adalah penyelamat bagi dunia ini. Kristus disini yakni sang anak
Allah yang adalah Jesus kristus. Kristus ada untuk menyelamatkan umat
manusia yang berdosa, oleh karena itu maksud Bapa mengutus anakNya
adalah untuk mendamaikan manusia yang berdosa dan menyelamtkan domba
yang hilang. Maka jika dihubungkan dengan perjamuan kudus maka
jawabannya adalah tetap Allah ada untuk manusia terutama manusia yang
berdosa, hanya saja manusia perlu menyucikan hati demi ada dengan momen
kekudusan. Jemaat perlu berbenah dulu untuk mengenang karya penyelamatan
yang dilakukan Jesus.
Perjamuan
kudus merupakan suatu yang sangatlah sakral, karena perjamuan
mempertemukan kita dengan kasih dan kuasa Ilahi. Dengan adanya perjamuan
juga umat Kristen berusaha untuk mengheningkan cipta akan segala kasih
dan karunia Jesus Kristus bagi manusia, dikarenakan segala
pengorbanan-Nya yang telah dilakukan olehNya buat manusia. Maka untuk
sejenak mengingat akan segala kasih dan karuniaNya itu manusia atau umat
harus benar-benar mengenang momen penting kematian-Nya itu dengan
benar-benar dan dengan kesucian diri. Jika tidak maka manusia atau umat
Kristen harus diajak untuk lebih dahulu membersihkan diri dari segala
keberdosaan.
Oleh
karena semuanya itu, maka anak-anak yang belum mengerti apa itu arti
perjuangan tak diijinkan untuk hadir dan mengambil bagian dalam momen
penting itu. Alasannya karena anak-anak belum dapat memaknai segala
hasil jerih payah Jesus itu, anak hanya di ajak untuk mengenal seberapa
besar kasih karunia Tuhan melalui kematian Jesus. Terlebih dari itu,
yakni mengenang kasih Jesus dalam perjamuan kudus belum diijinkan, bukan
hanya anak kecil, melainkan seseorang dewasa yang sedang mengalami
sakit parah dan tak sadarkan diri pun tak berhak karena tak mampu
memaknai segalanya. Maka teologi kontekstual berusaha melihat ini
sebagai sebuah bahagian penting, yakni berteologi bukan hanya sekedar
masa lalu semata, melainkan masa lalu dan masa kini memiliki makna yang
sama sekalipun situasinya berbeda. Berteologi kontekstual bukan hanya
mengajak kita untuk menerjemahkan kata-kata melainkan juga menerjemahkan
konteks dimana kita alami.